DUNIA BINATANG
Oleh : ALFIAN HELMI *)
Kang Su “anggota tetap” warung belakang rumah, tempat saya nongkrong dan cangkrukan, punya hobby nonton acara “Dunia Binatang” atau “Flora dan Fauna” yang ditayangkan oleh salah satu stasiun televisi. Hobby kedua, setelah nonton, biasanya langsung dibawa ke warung untuk bahan obrolan dan “diskusi” kami sampai larut malam.
Menurut dia, disamping bisa menikmati kehidupan bermacam-macam binatang dengan berbagai karakter dan perangainya, acara itu juga sarat dengan ilmu pengetahuan.
“Jadi, nggak perlu repot-repot mengeluarkan uang banyak hanya untuk membeli buku tentang kehidupan binatang”, kata kang Su memulai obrolannya.
“Cukup hanya dengan melototi TV, dapat menikmati suguhan menarik dan seram, meskipun kadang-kadang cukup menegangkan.
“Singa yang sadis, membekuk dan merobek-robek mangsanya”, Kata kang Suk melanjutkan obrolannya.
“Buaya yang liar menerkam korbanya, elang sang pengintai mencengkeram buruannya, ular yang cerdik membelilit sasaranya, gajah, kuda, burung, anjing, babi, celeng termasuk monyet yang gaduh berebut makanan. Pokoknya tumplek blek disitu”.
“Koq tumben kang suka acara Dunia Binatang?”, tanya Kacung santai.
“Biasanya lebih suka ngurusi meubel tho kang?”
“Memang nggak boleh suka acara Dunia Binatang?” jawab kang Su dengan nada agak keras.
“Itu naluri Cung!” Nggak tua nggak muda, besar kecil, gemuk kurus, kaya miskin, pejabat atau rakyat, suka acara itu. Jangankan acara seperti itu, cerita-cerita fabelia yang dikemas dalam bentuk komik, majalah, koran dan flm kartun, banyak orang yang suka koq, iya tho?”, tandas kang Su meyakinkan.
“Alasan lain apa kang?” tanya Dayat.
“Alasan lain?, ya nggak ada, pokoknya senang, titik!, hua ha ha ha… he he he… “
“Hus…, tertawa koq nggak diatur!”.
“Ngopi dulu, baru tertawa sepuasnya”, sahut Andon mulai serius menyimak obrolan.
“Begini lho Cung”, tiba-tiba cak Nayip menyela.
Toto dan Suprit yang sejak tadi main catur, mulai terpancing ikut menyimak.
“Manusia itu memang akrab dengan kehidupan binatang”, lanjut cak Nayip.
“meskipun manusia mengenal jin dan malaikat, namun karena eksistensi kedua makhluk Allah itu ghaib, maka tidak salah kalau manusia merasa lebih akrab dan enjoy dengan kehidupan binatang”.
“Alasannya apa cak Nayip?”, tanya Kacung agak serius.
“Ini nggak pakai alasan Cung!, ini kenyataan yang tidak mungkin dipungkiri” jawab cak Nayip sambil merapikan kopyahnya.
“Keakraban manusia bukan hanya karena binatang dibutuhkan untuk dikonsumsi dan dimanfaatkan tenaganya, bahkan ketika kita mengumpat atau misuh saja, butuh nama-nama binatang, iya tho?, seperti anjing, celeng, babi dan sebagainya.
“masih mau contoh lagi?”
“Bukankah kita merasa kehabisan nama, ketika harus memberikan nama pada panganan atau kue-kue tertentu?. Karena bentuknya menyerupai salah satu bentuk fisik binatang, maka nggak ambil pusing, lalu kita sebut; perut ayam, telor mata sapi termasuk konthol kambing”.
“Ha ha ha ….”, Spontan teman-teman di warung mbak Koma terbahak-bahak mendengar ulasan cak Nayip.
“Masih ada lagi nggak cak?” sela Bagong sambil nyruput kopi hangat.
“Masih, masih Ngog!, ini memang belum selesai Ngog!”, sahut cak Nayip sesekali mengusap bekas kacang goreng di mulutnya.
“kita sering mengibaratkan perilaku manusia dengan binatang , iya nggak?”
“perilaku seks diluar nikah kita namakan kumpul kebo, pelaku riba kita sebut lintah darat, orang yang pura-pura malu tapi mau, kita bilang malu-malu kucing, orang garang tapi berpenampilan kalem kita juluki srigala berbulu domba, koruptor disebut tikus kantor, penglihatan agak kurang normal kita bilang rabun ayam, pelaku kemunafikan kita sebut bunglon, pelacur kita namakan kupu-kupu malam, laki-laki penipu, perayu kita sebut buaya darat atau kucing garong, orang yang hobby membaca kita sebut kutu buku”.
“Lalu, issue, gossip, kita sebut kabar burung, memfitnah kita sebut adu domba, orang yang kerjanya musiman atau anut grubyug, kita bilang hangat-hangat tahi ayam, mencari-cari kesalahan orang lain kita sebut kambing hitam, dan jangan lupa, titik hitam yang nempel di pipi, badan atau pakaian, kita sebut tahi lalat”.
“Ini belum seluruhnya lho Ngog!”
“Ya ya ya”, Bagong mengangguk-anggukkan kepala.
“Ada lagi, Tenaga kuda, akal bulus, bahkan ketika kaki gringgingen, kita mengatakan kesemutan”.
“Nah… ini, ini suatu bukti!, bahwa manusia memang akrab dengan dunia binatang.
Wajar tho, kalau rata-rata kita suka acara Dunia Binatang?”.
“O ya cak, bisa ditinjau dari aspek lain nggak obrolan kita malam ini?”, Tanya Dumpal serius.
“O… bisa, maksudmu sisi religiusnya kan?
“Ya betul, betul!”, tegas Dumpal setuju.
“Kamu tahu nggak, Allah berkenan menempatkan nama-nama binatang pada sebagian surat dalam Al-qur’an?”.
“Coba kamu perhatikan!, surat al-Baqarah itu artinya sapi betina, al-An’am artinya binatang ternak, an-Nahl artinya lebah, An-Naml artinya semut, al-‘Ankabut artinya laba-laba, al-‘Adiyat artinya kuda perang, dan al-Fil itu artinya gajah”.
“Lantas, apa maksud Tuhan dengan nama-nama binatang itu?” Dumpal melanjutkan pertanyaan.
“Wallahu a’lam, hanya Allah Yang Maha Tahu”, jawab cak Nayip dengan sedikit mengangkat bahu.
“Kita hanya yakin pasti ada hikmah dan maksud-masud tertentu dibalik seluruh ciptaan Allah. Hanya kita belum mampu dengan sungguh-sungguh memahami keagunganNya.
“Cek cek cek…, kalau begitu binatang itu hebat ya cak?” Kacung berdecak kagum dan mencoba mengambil kesimpulan.
“Tunggu dulu Cung! Nggak bisa begitu, hebat seperti apa?” Cak Nayip mencoba membantah.
“Manusia itu Ahsani takwim, sebagus-bagus makhluk ciptaan Allah. Nama-nama surat dalam Al-qur’an yang dihubungkan dengan manusia dan kemanusiaan juga banyak, bahkan manusia merupakan subyek sekaligus obyek dari “skenario” penciptaan alam semesta ini. Adapun binatang dan makhluk Allah yang lain dipersembahkan untuk sang khalifah bernama manusia itu”.
“Ini belum seberapa lho Cung!” Tambah cak Nayip melanjutkan ulasannya.
“Manusia dikaruniai Allah akal sehat dan hati nurani, supaya dengan itu manusia bisa beradab dan berbudaya. Melahirkan karya-karya besar di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, yang tidak mungkin dilakukan oleh binatang dimana pun”.
“Tapi, apakah ada jaminan cak, bahwa dengan akal dan hati nurani, manusia lebih baik daripada binatang?” Kacung terus bertanya.
“Yah…, itu tergantung manusia Cung”, kata cak Nayip santai.
“Sebab kenyataannya, Allah sering menyindir manusia yang kehilangan hati nurani dan akal sehatnya dengan perumpamaan sifat dan perangai binatang”.
“Wah… pusing aku cak!, teman-teman mulai mengeluh.
“Allah menyindir manusia yang mengambil pegangan hidup kepada selain Allah; Kamatsalil “ankabuuti, ittakhadzat baitan, seperti laba-laba yang membuat rumah, rapuh dan gampang hancur”.
“Allah juga telah menyediakan pedoman hidup, menunjukkan jalan lurus dan jalan kebenaran, tapi manusia adakalanya masa bodoh, nggak mau tahu. Allah menggambarkan manusia seperti ini; Kamatsalil khimari yahmilu asfara, seperti khimar (kuda kecil) yang memanggul kitab, mondar-mandir nggak jelas tujuannya”.
“Wih…, betul-betul Dunia Binatang ya cak?” Sela Roni sambil mengelus-elus janggutnya.
“Lebih hebat lagi!”, kata cak Nayip menambahkan.
“Allah membuat perumpamaan terhadap manusia yang tidak pernah berubah, sekalipun sering ditegur; Famatsaluhu kamatsalil kalbi, in tahmil alaihi yalhats, au tatrukhu yalhats” seperti anjing, dihalau menjulurkan lidah, dibiarkan juga menjulurkan lidah”.
“Puncaknya, ketika manusia tidak menggunakan akal sehat dan hati nurani, Allah mencela; kal an’am, bal hum adhallu” bagaikan binatang, bahkan lebih sesat”!.
“Wah… tambah pusing aku cak!, teman-teman mengeluh lagi.
“Nah… kalau acara TV seperti Sergap, Sidik, Kupas Tuntas , Buser, TKP itu bagaimana cak?”, tanya Bowo sambil menggeser tempat duduk.
“Ya itu yang sejak tadi aku maksud Wo!”, jawab cak nayip sambil membuang asap rokok dari mulutnya.
“Itu contoh konkrit perilaku manusia tanpa hati nurani dan akal sehat yang sering disinggung-singgung al-qur’an itu Wo!”
“Coba bayangkan!, seorang suami tega membunuh istri dalam keadaan mengandung, dua insan pelaku kumpul kebo mati di dalam mobil, anak membunuh bapak, perempuan mati terkapar di kamar hotel, kakek menggagahi cucu, nenek membunuh cucu dengan tubuh terpotong-potong, perempuan membuang anak yang masih orok, perampokan, pencurian, penipuan, pembantaian, perang antar suku, perang antar kampung, bentrok buruh dan majikan, demonstrasi berakhir kerusuhan, bapak menggauli anak sampai mengandung, begitu seterusnya tiada henti ”.
“Waah…, pokoknya nggak mungkin disebutkan seluruhnya Wo!, padahal “sebuas buas harimau tidak mungkin makan anak sendiri, tapi manusia mampu melakukan perbuatan seperti itu”.
“Na’udzu billahi min dzalik…”, kami berlindung kepada Allah dari perbuatan itu”, tiba-tiba bergemuruh suara teman-teman seperti koor.
“Kalau misalnya Usul bagaimana cak?” Tanya Farid.
“Usul bagaimana Dir?” cak Nayip sedikit penasaran.
“Diusulkan supaya acara TV seperti Sergap, Sidik, Kupas Tuntas, Buser, TKP dan lain-lain itu, diganti namanya dengan “Dunia Binatang Part Two”.
“Waduh kalau begitu, usulkan pada departemen Hukum dan HAM saja Dir! atau pada departemen terkait saja, pokoknya jangan saya, itu bukan maqam saya Dir!”
“Yang penting bagi kita adalah mawas diri, tetap istiqamah menjaga nurani dan akal sehat, supaya tidak terjatuh pada “Asfala saafiliin” martabat yang paling rendah”.
“Hey…, tutup, tutup, tutup!, teriak mbak Koma sambil mengemasi barang.
“sudah, sudah ngantuk Coy, pulang yuk, pulang!”. Cak Nayip mengakhiri obrolannya.
Kang Su, cak Nayip, Bagong, Kacung, Dayat, Farid, Toto, Suprit, Dumpal dan Bowo beranjak dari kursi.
Saya, yang sejak pertama ngobrol sudah gatal kepingin nyanyi, mengakhiri dengan satu lagu Iwan Fals;
“Kota adalah rimba belantara buas
dari yang terbuas…………………
Rogojampi, 30 Maret 2008
*) Penulis : ALFIAN HELMI, SH.
- Koordinator Lembaga Seni dan Budaya Pimpinan Daerah Muhammadiyah Banyuwangi
- Wakil ketua PCM Muhammadiyah Rogojampi
- Staf Pengajar SMP –SMK Muhammadiyah Rogojampi
DUNIA BINATANG
Diposting oleh
SMK MUHAMMADIYAH 6 ROGOJAMPI
on Sabtu, 14 Maret 2009
Label:
ALFIAN HELMI
/
Comments: (1)